Ranau adalah danau vulkanik yang dikelilingi Gunung Seminung. Terletak
antara dua Propinsi : Lampung dan Sumatera Selatan. Separuh berada di Kecamatan
Lombok dan Sukau –Lampung Barat dan separuh lagi di Ogan Komaring Ulu - Palembang . Sekilas tampak
terpencil. Terlihat dari peta Google yang untuk sampai ke tempat ini kita perlu
melintas pebukitan, pohon rimbun dengan jalan berliku. Namun jangan tertipu
oleh pemandangan dari atas karena akses menuju Ranau relatih mudah dengan
kondisi jalan mulus.
Dari
Bandar Lampung kami melalui rute Gunung Sugih, Banjit, Batu Brak, akhirnya Sukau. Pemilihan rute ini atas
nasihat Mas Yopie seorang penggiat wisata Lampung. Walau ingin sedikit
bertualang namun keselamatan tetap utama. Mas Yopie mengatakan jalan ke sana aman dan butuh waktu
sekitar 6 jam kalau berkendera dengan kecepatan sedang. Malah seorang warga
Liwa – jalur yang mesti dilewati– meyakinkan bahwa dia sering pulang kampung
malam hari dengan sepeda motor.
Walau
jalan sepi dan bagus namun harus tetap hati-hati. Jangan tergoda memacu
kendaraan lebih dari 60 KM/jam. Badan jalan cuma pas untuk dua mobil dan
bentuknya berlekuk seperti mie keriting. Bahkan di beberapa tempat ada belokan
sangat tajam. Maklum kita kan
sedang melintasi punggung Bukit Barisan. Belum lagi jurang di tepi. Walau
tersamar semak belukar mengintip sedikit ke bawah sudah bertemu mulut raksasa
yang sedang mengaga. Belum lagi dinding granit dan tanah merah dari badan
gunung yang siap menyapa di sana-sini.
Masuk
kawasan Bukit Kemuning-Liwa yang di mulai dari Abung Barat, meluncur terus
sampai Mura Dua, Sumber Jaya dan Sukau hanya bertemu hutan dan hutan. Cuma
sesekali terlihat satu atau dua rumah. Saya sering membuka kaca mobil untuk
mendengar suara-suara dari balik rimbun pepohonan. Dada begitu nyaman saat
angin membawa kelebatan aroma tanah dan tumbuhan. Terlihat juga monyet-monyet
becengkerama dan menyusui anak di ranting. Selebihnya hanya kesunyian dan suara
mesin mobil. Ada
sesekali berpapasan dengan bus dan kendaraan pengangkut hasil pertanian dari
pedalaman sehingga tidak merasa tidak begitu terasing.
pukul
lima kami sampai dan perjalanan langsung terbayar
lunas. Walau pakai acara nyasar ke Kota Batue, akhirnya Pak Sato tersenyum
menyambut di pelataran Wisma Satria. Jangan berharap menemukan hotel mewah
seperti di Bedugul disini. Sekedar penginapan sederhana, rumah penduduk yang
dijadikan homestay seperti rumah Pak Sato jumlahnya cukup banyak. Ada juga juga yang di
kelola Dinas Perikanan Lampung Barat dan satu lagi Hotel Seminung.
Walau
akses jalan relatif mudah, mungkin karena jauh atau kurang fasilitas, tampaknya
wisata Danau Ranau belum banyak peminat. Terbukti sore itu satu-satunya
pengunjung di tepi Ranau hanya keluarga saya. Begitu pula saat memesan ikan
nila bakar di Gayun Lesehan, sejauh mata memandang hanya ada kerlip lampu dari
jukung dan perahu nelayan di tengah danau. Tapi syahdunya jangan di kata lagi.
Anak-anak saya yang biasanya berisik duduk membisu sambil sesekali mengarahkan
camera HP ke tengah danau. Kami berempat cuma sibuk memaknai panorama alam itu
dalam pikiran masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar